Kali ini saya akan mengepost tentang Sejarah Baleganjur dan Perkembangannya.
Istilah Baleganjur berasal dari kata Bala dan Ganjur. Bala berarti pasukan atau barisan, sedangkan Ganjur berarti berjalan. Jadi Balaganjur yang kemudian menjadi Baleganjur yaitu suatu pasukan atau barisan yang sedang berjalan, yang kini pengertiannya lebih berhubungan dengan sebuah barungan gamelan.
Baleganjur adalah sebuah ensamble yang merupakan perkembangan dari gamelan bonang atau bebonangan. Baik dari segi instrumentasinya maupun komposisi lagu-lagunya. Menurut Dr. I Made Bandem dalam bukunya yang berjudul “Ensiklopedi Gamelan Bali” menulis : "Bonang atau bebonangan adalah sebuah barungan yang terdiri dari berbagai instrument pukul(percussive) yang memakai pencon seperti reong, trompong kajar, kempli, kempur, dan gong". Gamelan bonang memakai dua buah kendang yang dimainkan memakai panggul cedugan. Dalam lontar Prakempa disebutkan bahwa gamelan bonang dipakai untuk mengiringi upacara ngaben. Sama kasusnya dengan gamelan baleganjur yang pada umumnya dipakai untuk mengiringi upacara ngaben.
Hampir setiap desa di Bali memiliki gamelan Baleganjur. Hal ini disebabkan karena berkembang pesatnya Gong Kebyar di seluruh Bali. Karena sebagian dari instrument kebyar dapat digunakan sebagai ensambel baleganjur. Hanya perlu ditambahkan instrument cengceng kopyak(semacam symbal), sebuah bebende (semacam tambur cina), dan sebuah tawa-tawa yang bertugas memegang matra.
Instrument pada barungan baleganjur:
1. 2 buah kendang (lanang dan wadon).
2. 4 buah reong (Dong, Deng, Dung, Dang).
4. 8-10 buah cengceng.
6. 1 buah kempli.
8. 1 pasang gong (lanang dan wadon).
9. 1 buah bende.
Seperti telah disebutkan diatas bahwa gamelan baleganjur pada awalnya difungsikan sebagai pengiring upara ngaben atau pawai adat dan agama. Tapi dalam perkembangannya, sekarang peranan gamelan ini makin melebar. Kini gamelan baleganjur dipakai untuk mengiringi pawai kesenian, ikut dalam iringan pawai olah raga, mengiringi lomba layang-layang, dan ada juga yang dilombakan.
Meluasnya peranan baleganjur dari fungsi semula sebagai pelengkap upacara adat dan agama, atau pawai non ritual, mungkin disebabkan oleh tuntutan dan kebutuhan para pendukungnya, dalam dialektikanya dengan perkembangan nilai dan zaman. Tapi fenomena ini memberikan nilai positif bagi perkembangan gamelan baleganjur ini. Sebab, menurut Dr. edy Sedyawati, pengembangan lebih mempunyai konotasi kuantitatif daripada kualitatif ; artinya membesarnya, dan meluasnya. Dalam pengertian kuantitatif itu, pengembangan seni traditional Indonesia berarti membesarkan penyajiannya atau meluaskan wilayah pengenalannya. Tapi bagaimanapun juga perkembangan suatu seni budaya berarti kita berbicara suatu proses. Sebab konsep suatu bentuk kesenian jelas tidak hanya mengacu secara horizontal saja, namun juga mengarah kepada perkembangan secara vertical. Ini berarti kualitas juga menjadi tujuan.
Tahap perkembangan dan kondisi yang dialami gamelan Baleganjur itulah yang dijadikan modal dalam pengembangan gamelan ini untuk meraih kualitas yang lebih baik. Atau dengan adanya modal ini, harapan untuk mencapi tujuan kualitas tentu lebih terbuka.
Di dalam pengembangan traditional Indonesia, kita telah memiliki landasan yang kuat yang termuat dalm undang-undang dasar 1945 pasal 32. Bertolak dari landasan yang telah digariskan tersebut, dalam memajukan kebudayaan nasional Indonesia, Prof. Dr. Haryati Soebadio, merumuskan yaitu : "melestarikan apa yang dianggap sebagi puncak-puncak kebudayaan nasional yaitu yang berkembang didaerah-daerah sepanjang sejarah". Mendorong ciptaan-ciptaan baru sebagai pengembangan unsure-unsur tradisional. Mendorong ciptaan yang sama sekali baru (inovasi) tanpa merujuk unsure-unsur tradisional, dengan mengingat bahwa kita sudah perlu diperhitungkan manusia Indonesia yang modern. Dan tidak menolak unsur-unsur asing yang dapat memperkaya kebudayaan nasional.
Munculnya drumband tradisional Adi Merdangga jelas dilandasi keinginan melahirkan ciptaan baru sebagai pengembangan unsur-unsur tradisional dan tidak menolak unsur-unsur asing yang dapat memperkaya kebudayaan nasional. Adi merdangga pada dasarnya memang berangkat dari pengembangan nilai tradisional dari gamelan baleganjur, yang idenya dipengaruhi oleh seni dan budaya barat yaitu “Drumband”.
Dalam sektor kesenian, kita tidak perlu takut mengambil konsep kesenian dari barat. Sebab, tidak selalu yang namanya kesenian Indonesia harus memakai konsep yang ada di Indonesia. Bentuk-bentuk materialnya bisa saja berubah, tetapi secara ideologis harus mencerminkan ke-Indonesiaan.
Drumband tradisional adi merdangga yang dikembangkan dari gamelan Baleganjur merupakan wujud nyata dari keterbukaan budaya kita.
Adi merdangga adalah suatu kreativitas seni yang mencoba mengangkat nilai tradisi menjadi sesuatu yang tidak statis. Mendinamiskan nilai tradisi menjadi sesuatu yang luwes sesuai dengan tuntutan kemajuan. Sebab, pekerjaan-pekerjaan kebudayaan Indonesia akan menemui kesulitan apabila masyarakat-masyarakatnya tidak bersifat kreatif terhadap tradisi. Tradisi bukanlah sesuatu yang mati. Seharusnya ia adalah sesuatu yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan kehidupan/perkembangan zaman.
Istilah Baleganjur berasal dari kata Bala dan Ganjur. Bala berarti pasukan atau barisan, sedangkan Ganjur berarti berjalan. Jadi Balaganjur yang kemudian menjadi Baleganjur yaitu suatu pasukan atau barisan yang sedang berjalan, yang kini pengertiannya lebih berhubungan dengan sebuah barungan gamelan.
Baleganjur adalah sebuah ensamble yang merupakan perkembangan dari gamelan bonang atau bebonangan. Baik dari segi instrumentasinya maupun komposisi lagu-lagunya. Menurut Dr. I Made Bandem dalam bukunya yang berjudul “Ensiklopedi Gamelan Bali” menulis : "Bonang atau bebonangan adalah sebuah barungan yang terdiri dari berbagai instrument pukul(percussive) yang memakai pencon seperti reong, trompong kajar, kempli, kempur, dan gong". Gamelan bonang memakai dua buah kendang yang dimainkan memakai panggul cedugan. Dalam lontar Prakempa disebutkan bahwa gamelan bonang dipakai untuk mengiringi upacara ngaben. Sama kasusnya dengan gamelan baleganjur yang pada umumnya dipakai untuk mengiringi upacara ngaben.
Hampir setiap desa di Bali memiliki gamelan Baleganjur. Hal ini disebabkan karena berkembang pesatnya Gong Kebyar di seluruh Bali. Karena sebagian dari instrument kebyar dapat digunakan sebagai ensambel baleganjur. Hanya perlu ditambahkan instrument cengceng kopyak(semacam symbal), sebuah bebende (semacam tambur cina), dan sebuah tawa-tawa yang bertugas memegang matra.
Instrument pada barungan baleganjur:
1. 2 buah kendang (lanang dan wadon).
2. 4 buah reong (Dong, Deng, Dung, Dang).
3. 2 Ponggang (Dung, Dang).
4. 8-10 buah cengceng.
5. 1 buah kajar.
6. 1 buah kempli.
7. 1 buah kempur.
8. 1 pasang gong (lanang dan wadon).
9. 1 buah bende.
Seperti telah disebutkan diatas bahwa gamelan baleganjur pada awalnya difungsikan sebagai pengiring upara ngaben atau pawai adat dan agama. Tapi dalam perkembangannya, sekarang peranan gamelan ini makin melebar. Kini gamelan baleganjur dipakai untuk mengiringi pawai kesenian, ikut dalam iringan pawai olah raga, mengiringi lomba layang-layang, dan ada juga yang dilombakan.
Meluasnya peranan baleganjur dari fungsi semula sebagai pelengkap upacara adat dan agama, atau pawai non ritual, mungkin disebabkan oleh tuntutan dan kebutuhan para pendukungnya, dalam dialektikanya dengan perkembangan nilai dan zaman. Tapi fenomena ini memberikan nilai positif bagi perkembangan gamelan baleganjur ini. Sebab, menurut Dr. edy Sedyawati, pengembangan lebih mempunyai konotasi kuantitatif daripada kualitatif ; artinya membesarnya, dan meluasnya. Dalam pengertian kuantitatif itu, pengembangan seni traditional Indonesia berarti membesarkan penyajiannya atau meluaskan wilayah pengenalannya. Tapi bagaimanapun juga perkembangan suatu seni budaya berarti kita berbicara suatu proses. Sebab konsep suatu bentuk kesenian jelas tidak hanya mengacu secara horizontal saja, namun juga mengarah kepada perkembangan secara vertical. Ini berarti kualitas juga menjadi tujuan.
Tahap perkembangan dan kondisi yang dialami gamelan Baleganjur itulah yang dijadikan modal dalam pengembangan gamelan ini untuk meraih kualitas yang lebih baik. Atau dengan adanya modal ini, harapan untuk mencapi tujuan kualitas tentu lebih terbuka.
Di dalam pengembangan traditional Indonesia, kita telah memiliki landasan yang kuat yang termuat dalm undang-undang dasar 1945 pasal 32. Bertolak dari landasan yang telah digariskan tersebut, dalam memajukan kebudayaan nasional Indonesia, Prof. Dr. Haryati Soebadio, merumuskan yaitu : "melestarikan apa yang dianggap sebagi puncak-puncak kebudayaan nasional yaitu yang berkembang didaerah-daerah sepanjang sejarah". Mendorong ciptaan-ciptaan baru sebagai pengembangan unsure-unsur tradisional. Mendorong ciptaan yang sama sekali baru (inovasi) tanpa merujuk unsure-unsur tradisional, dengan mengingat bahwa kita sudah perlu diperhitungkan manusia Indonesia yang modern. Dan tidak menolak unsur-unsur asing yang dapat memperkaya kebudayaan nasional.
Munculnya drumband tradisional Adi Merdangga jelas dilandasi keinginan melahirkan ciptaan baru sebagai pengembangan unsur-unsur tradisional dan tidak menolak unsur-unsur asing yang dapat memperkaya kebudayaan nasional. Adi merdangga pada dasarnya memang berangkat dari pengembangan nilai tradisional dari gamelan baleganjur, yang idenya dipengaruhi oleh seni dan budaya barat yaitu “Drumband”.
Dalam sektor kesenian, kita tidak perlu takut mengambil konsep kesenian dari barat. Sebab, tidak selalu yang namanya kesenian Indonesia harus memakai konsep yang ada di Indonesia. Bentuk-bentuk materialnya bisa saja berubah, tetapi secara ideologis harus mencerminkan ke-Indonesiaan.
Drumband tradisional adi merdangga yang dikembangkan dari gamelan Baleganjur merupakan wujud nyata dari keterbukaan budaya kita.
Adi merdangga adalah suatu kreativitas seni yang mencoba mengangkat nilai tradisi menjadi sesuatu yang tidak statis. Mendinamiskan nilai tradisi menjadi sesuatu yang luwes sesuai dengan tuntutan kemajuan. Sebab, pekerjaan-pekerjaan kebudayaan Indonesia akan menemui kesulitan apabila masyarakat-masyarakatnya tidak bersifat kreatif terhadap tradisi. Tradisi bukanlah sesuatu yang mati. Seharusnya ia adalah sesuatu yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan kehidupan/perkembangan zaman.